Blognya Lukman Hakim
Sabtu, 29 Desember 2012
Jumat, 28 Desember 2012
Cintakan Sesuatu Karena Allah
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Kenapa?
Kenapa manusia jarang menangis karena Allah?
Kenapa manusia jarang menangis karena membaca sejarah Nabi?
Kenapa manusia jarang menangis karena melihat kesengsaraan palestin?
Alangkah...
Alangkah baiknya kalau tangisan itu bercucuran ketika engkau sujud kepada Allah.
Alangkah baiknya kalau tangisan itu bercucuran ketika engkau mengingati
perjuangan para Nabi & Rasul demi menegakkan kalimah Allah.
Alangkah baiknya kalau tangisan itu bercucuran karena engkau tidak mampu membantu saudaramu yg di aniaya oleh Yahudi.
Tidakkah...
Tidakkah engkau takut akan siksa dan azab Allah.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda: "Sesungguhnya
seringan-ringan siksaan-siksaan penghuni Neraka pada hari Qiamat ialah
seseorang yg diletakkan dibawah dua telapak kakinya dua bara api neraka
sehingga mendidih otak yg ada di kepalanya (dari sebab panasnya kedua
bara api neraka tersebut) Dia mengira bahwa tidak ada orang lain yg
lebih dahsyat siksaan daripadanya, padahal dialah orang yg paling ringan
siksaannya". (HR. Bukhari & Muslim).
"Sesungguhnya Kami
telah sediakan bagi orang-orang zalim itu Neraka, dg gejolaknya yg
menampung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan
diberi minumg dg air seperti besi yg mendidih yg menghanguskan muka.
Itulah minuman yg paling buruk dan tempat istirahat yg paling jelek".
(Al-Kahfi 29).
Bertaubatlah
Ya Allah, inikah diriku?
Yang menjalankan perintahMU hanya karena sesuatu?
Ya Allah, inikah diriku?
Yg selalu terselip kemunafikan dikala menghadapMU?
Ya Allah, inikah diriku?
Yg akan merasa takut karena nerakaMU?
Ya Allah, ampunilah aku...
Yg belum penuh cinta dan khusyu padaMU..
Ya Allah, ampunilah aku...
Jangan jadikan aku di dalam golongan munafiqun...
Ya Allah, ampunilah aku..
Tunjukanlah, ßimbinglah diriku,
Agar termasuk orang2 yg sabar dan ikhlas padaMU...
Aamiin Yaa Rabbal'aalamiin
Kamis, 27 Desember 2012
Kiamat Besar
Ciri-ciri Kiamat Besar menurut Agama Islam di tandai dengan:
- Kemunculan Imam Mahdi
- Kemunculan Dajjal
- Turunnya Nabi Isa (AS) - Kemunculan Yakjuj dan Makjuj
- Terbitnya matahari dari Barat ke Timur
- Pintu pengampunan akan ditutup
- Dab'bat al-Ard akan keluar dari tanah dan akan menandai muslim yang sebenar-benarnya
- Kabut selama 40 Hari akan mematikan semua orang beriman sejati shg mereka tidak perlu mengalami tanda-tanda kiamat lainnya
- Sebuah kebakaran besar akan menyebabkan kerusakan
- Pemusnahan/ runtuhnya Ka'bah
- Tulisan dalam Al-Qur'an akan lenyap
- Sangkakala akan ditiup pertama kalinya membuat semua makhluk hidup merasa kaget dan ketakutan
- Tiupan sangkakala yang kedua kalinya akan membuat semua makhluk hidup
mati dan yang ketiga yang membuat setiap makhluk hidup bangkit kembali.
Nabi MUHAMMAD SAW telah bersabda:
"Barang siapa yang mengingatkan ini kepada orang lain, akan Ku buatkan tempat di Syurga baginya pada hari penghakiman kelak."
Allah berfirman:
"Jika engkau lebih mengejar duniawi daripada mengejar dekat denganKu,
maka Aku berikan, tapi Aku akan menjauhkan kalian dari surgaKu."
Itulah yang dimaksud dajjal yang bermata satu: artinya hanya memikirkan duniawi daripada akhirat.
Kerugian meninggalkan shalat:
Shubuh => Cahaya wajah akan pudar.
Dzuhur => Berkah pendapatan akan hilang.
Ashar => Kesehatan mulai terganggu.
Maghrib => Pertolongan anak akan jauh di akhirat nanti.
Isya => Kedamaian dalam tidur sulit didapatkan.
Rabu, 26 Desember 2012
PEMBELAJARAN SEJARAH DAN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN
”Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau dan mampu menghargai sejarah
perjuangan para pendahulunya”. Dalam konteks ini, sudahkan kita sebagai bangsa yang
besar? Benarkah kita sebagai bangsa sudah sangat perhatian dan menghargai para
pahlawan pejuang bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kepentingan
tanah air, masyarakat dan Negara Indonesia? Dengan pertanyaan-pertanyaan ini kitapun
menjadi ragu dan termangu, apakah kita sudah termasuk bangsa yang menghargai sejarah
perjuangan para pahlawan kita sendiri, mengingat di antara kita banyak yang tidak
memahami sejarah perjuangan bangsa. Indikator yang terlihat salah satunya banyak
anggota masyarakat dan para remaja kita yang tidak senang, tidak berminat dengan
pelajaran sejarah. Pelajaran sejarah di sekolah menjadi mata pelajaran yang tidak menarik
dan membosankan. Pelajaran sejarah dipandang menjadi pelajaran yang tidak penting,
apalagi tidak di UN-kan. Posisi mata pelajaran di sekolah dipandang sebagai mata
pelajaran tambahan yang dapat dibelajarkan oleh siapa saja. Mengapa demikian? Salah
satu sebabnya bisa ditebak karena pembelajaran sejarah kita cenderung hafalan dan
kurang bermakna dalam kehidupan keseharian, yang berada di tengah-tengah dinamika
kehidupan masyarakat yang cenderung konsumtif-materialistik. Hal ihwal termasuk mata
ajar yang tidak terkait langsung dengan soal materi dan ekonomi, tidak begitu diminati.
Pembelajaran sejarah sebenarnya tidak sekedar menjawab pertanyaan what to teach,
tetapi bagaimana proses pembelajaran itu dilangsungkan agar dapat menangkap dan
menanamkan nilai serta mentransformasikan pesan di balik realitas sejarah itu kepada
peserta didik. Proses pembelajaran ini tidak sekedar peserta didik menguasai materi ajar,
tetapi diharapkan dapat membantu pematangan kepribadian peserta didik sehingga
mampu merespon dan beradaptasi dengan perkembangan sosio kebangsaan yang semakin
kompleks serta tuntutan global yang semakin kencang.
MAKNA PEMBELAJARAN SEJARAH
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, pembelajaran sejarah
sebenarnya memiliki makna yang strategis. Pembelajaran sejarah adalah suatu proses untuk
membantu mengembangkan potensi dan kepribadian peserta didik melalui pesan-pesan
sejarah agar menjadi warga bangsa yang arif dan bermartabat. Sejarah dalam hal ini
merupakan totalitas dari aktivitas manusia di masa lampau (Walsh, 1967), dan sifatnya
dinamis. Maksudnya, bahwa masa lampau itu bukan sesuatu final, tetapi bersifat terbuka
dan terus berkesinambungan dengan masa kini dan yang akan datang. Karena itu sejarah
dapat diartikan sebagai ilmu yang meneliti dan mengkaji secara sistematis dari
keseluruhan perkembangan masyarakat dan kemanusiaan di masa lampau dengan segala
aspek kejadiannya, untuk kemudian dapat memberikan penilaian sebagai pedoman
penentuan keadaan sekarang, serta cermin untuk masa yang akan datang.
Lebih jauh pengertian sejarah juga berkait dengan persoalan kemanusiaan dan
sebuah teater di mana manusia menjadi pemain watak, berdasarkan pengetahuan,
pengalaman, dan keteladanan yang sudah ada. Sejarah akan mendidik manusia untuk
memahami “sangkan paran “ dan keberadaan dirinya (Soedjatmoko, 1986) sehingga
dapat memperkuat identitas diri dan identitas nasional, atau identitas sebagai suatu
bangsa. Dalam kaitan ini maka pembelajaran sejarah berfungsi untuk menumbuhkan
kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah adalah suatu orientasi intelektual, dan suatu sikajiwa untuk memahami keberadaan dirinya sebagai manusia, anggota masyarakat, dan
sebagai suatu bangsa (Soedjatmoko, 1986). Taufik Abdullah (1974) menegaskan bahwa
kesadaran sejarah tidak lain adalah kesadaran diri. Kesadaran diri dapat dimaknai sadar
akan keberadaan dirinya sebagai individu, sebagai makhluk sosial termasuk sadar sebagai
bangsa dan sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan (Sardiman A.M., 2005).
MEMBANGUN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN.
Pembelajaran sejarah, akan mengembangkan aktivitas peserta didik untuk melakukan
telaah berbagai peristiwa, untuk kemudian dipahami dan diinternalisasikan kepada
dirinya sehingga melahirkan contoh untuk bersikap dan bertindak. Dari sekian peristiwa
itu antara lain pula ada pesan-pesan yang terkait dengan nilai nilai kepahlawanan seperti
keteladanan, rela berkorban, cinta tanah air, kebersamaan, kemerdekaan, kesetaraan,
nasionalisme dan patriotisme (lih. Kabul Budiyono, 2007). Beberapa nilai ini dapat
digali dan dikembangkan melalui pembelajaran sejarah yang bermakna . Untuk itu
memang sangat dituntut adanya kreativitas dari para guru sejarah. Para guru sejarah harus
menggali dan mampu mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik.
Di dalam pelajaran sejarah banyak pokok bahasan atau topik-topik yang
mengandung nilai-nilai kesejarahan tersebut. Misalnya ketika sedang membahas periode
penjajahan, sangat tepat untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai jati diri dan hak-hak
individu atau hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai nasionalisme
dan patriotisme. Bagaimana perlawanan yang dilancarkan oleh Sultan Agung, oleh
Pangeran Diponegara, oleh Cut Nyak Dhien. Tokoh-tokoh ini berjuang tanpa pamrih
demi kebebasan tanah tumpah darahnya, demi membela rakyat yang menderita akibat
kekejaman kaum penjajah. Harta, jiwa dan raga dipertaruhkan demi tegaknya harga diri
dan kedaulatan sebagai bangsa Berbagai bentuk perjuangan ini secara dikotomis dapat
diaktualisasikan nilai-nilai kemerdekaan.
Dalam hal ini guru dituntut untuk mampu menjelaskan dan meyakinkan kepada peserta didik agar meresapi bahwa tindakan kaum penjajah di bumi Nusantara sangat bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai keadalilan sebagai hak-hak asasi manusia. Hak-hak
individu yang paling asasi dirampas. Tidak ada kebebasan berserikat, tidak ada
kebebasan mengeluarkan pendapat dan memeluk agama secara utuh. Padahal Tuhan
menciptakan setiap bangsa, setiap manusia anggota masyarakat dalam keadaan sama,
kecuali karena kadar keimanannnya. Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang
paling sempurna dengan kedudukan mulia yakni sebagai khalifah (pemimpin) di muka
bumi yang bertugas membangun dunia demi kemaslahatan semua orang. Jadi penjajahan
sangat jelas bertentangan dengan fitrah dan ciptaan Tuhan. Membahas topik-topik pada
periode penjajahan ini, peserta didik juga dapat diajak untuk menghayati dan
menumbukan sikap patriotisme, sikap dan tindakan anti penjajahan. Harus diyakinkan
kepada peserta didik bahwa tindak penajajahan itu adalah perilaku dholim karena
menyengsarakan rakyat banyak. Dalam konteks ini dapat diaktualisasikan konsep jihad,
“dan barang siapa berjihad di jalan Tuhan, surga adalah pahalanya.”
perjuangan para pendahulunya”. Dalam konteks ini, sudahkan kita sebagai bangsa yang
besar? Benarkah kita sebagai bangsa sudah sangat perhatian dan menghargai para
pahlawan pejuang bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kepentingan
tanah air, masyarakat dan Negara Indonesia? Dengan pertanyaan-pertanyaan ini kitapun
menjadi ragu dan termangu, apakah kita sudah termasuk bangsa yang menghargai sejarah
perjuangan para pahlawan kita sendiri, mengingat di antara kita banyak yang tidak
memahami sejarah perjuangan bangsa. Indikator yang terlihat salah satunya banyak
anggota masyarakat dan para remaja kita yang tidak senang, tidak berminat dengan
pelajaran sejarah. Pelajaran sejarah di sekolah menjadi mata pelajaran yang tidak menarik
dan membosankan. Pelajaran sejarah dipandang menjadi pelajaran yang tidak penting,
apalagi tidak di UN-kan. Posisi mata pelajaran di sekolah dipandang sebagai mata
pelajaran tambahan yang dapat dibelajarkan oleh siapa saja. Mengapa demikian? Salah
satu sebabnya bisa ditebak karena pembelajaran sejarah kita cenderung hafalan dan
kurang bermakna dalam kehidupan keseharian, yang berada di tengah-tengah dinamika
kehidupan masyarakat yang cenderung konsumtif-materialistik. Hal ihwal termasuk mata
ajar yang tidak terkait langsung dengan soal materi dan ekonomi, tidak begitu diminati.
Pembelajaran sejarah sebenarnya tidak sekedar menjawab pertanyaan what to teach,
tetapi bagaimana proses pembelajaran itu dilangsungkan agar dapat menangkap dan
menanamkan nilai serta mentransformasikan pesan di balik realitas sejarah itu kepada
peserta didik. Proses pembelajaran ini tidak sekedar peserta didik menguasai materi ajar,
tetapi diharapkan dapat membantu pematangan kepribadian peserta didik sehingga
mampu merespon dan beradaptasi dengan perkembangan sosio kebangsaan yang semakin
kompleks serta tuntutan global yang semakin kencang.
MAKNA PEMBELAJARAN SEJARAH
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, pembelajaran sejarah
sebenarnya memiliki makna yang strategis. Pembelajaran sejarah adalah suatu proses untuk
membantu mengembangkan potensi dan kepribadian peserta didik melalui pesan-pesan
sejarah agar menjadi warga bangsa yang arif dan bermartabat. Sejarah dalam hal ini
merupakan totalitas dari aktivitas manusia di masa lampau (Walsh, 1967), dan sifatnya
dinamis. Maksudnya, bahwa masa lampau itu bukan sesuatu final, tetapi bersifat terbuka
dan terus berkesinambungan dengan masa kini dan yang akan datang. Karena itu sejarah
dapat diartikan sebagai ilmu yang meneliti dan mengkaji secara sistematis dari
keseluruhan perkembangan masyarakat dan kemanusiaan di masa lampau dengan segala
aspek kejadiannya, untuk kemudian dapat memberikan penilaian sebagai pedoman
penentuan keadaan sekarang, serta cermin untuk masa yang akan datang.
Lebih jauh pengertian sejarah juga berkait dengan persoalan kemanusiaan dan
sebuah teater di mana manusia menjadi pemain watak, berdasarkan pengetahuan,
pengalaman, dan keteladanan yang sudah ada. Sejarah akan mendidik manusia untuk
memahami “sangkan paran “ dan keberadaan dirinya (Soedjatmoko, 1986) sehingga
dapat memperkuat identitas diri dan identitas nasional, atau identitas sebagai suatu
bangsa. Dalam kaitan ini maka pembelajaran sejarah berfungsi untuk menumbuhkan
kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah adalah suatu orientasi intelektual, dan suatu sikajiwa untuk memahami keberadaan dirinya sebagai manusia, anggota masyarakat, dan
sebagai suatu bangsa (Soedjatmoko, 1986). Taufik Abdullah (1974) menegaskan bahwa
kesadaran sejarah tidak lain adalah kesadaran diri. Kesadaran diri dapat dimaknai sadar
akan keberadaan dirinya sebagai individu, sebagai makhluk sosial termasuk sadar sebagai
bangsa dan sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan (Sardiman A.M., 2005).
MEMBANGUN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN.
Pembelajaran sejarah, akan mengembangkan aktivitas peserta didik untuk melakukan
telaah berbagai peristiwa, untuk kemudian dipahami dan diinternalisasikan kepada
dirinya sehingga melahirkan contoh untuk bersikap dan bertindak. Dari sekian peristiwa
itu antara lain pula ada pesan-pesan yang terkait dengan nilai nilai kepahlawanan seperti
keteladanan, rela berkorban, cinta tanah air, kebersamaan, kemerdekaan, kesetaraan,
nasionalisme dan patriotisme (lih. Kabul Budiyono, 2007). Beberapa nilai ini dapat
digali dan dikembangkan melalui pembelajaran sejarah yang bermakna . Untuk itu
memang sangat dituntut adanya kreativitas dari para guru sejarah. Para guru sejarah harus
menggali dan mampu mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik.
Di dalam pelajaran sejarah banyak pokok bahasan atau topik-topik yang
mengandung nilai-nilai kesejarahan tersebut. Misalnya ketika sedang membahas periode
penjajahan, sangat tepat untuk mengaktualisasikan kembali nilai-nilai jati diri dan hak-hak
individu atau hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai nasionalisme
dan patriotisme. Bagaimana perlawanan yang dilancarkan oleh Sultan Agung, oleh
Pangeran Diponegara, oleh Cut Nyak Dhien. Tokoh-tokoh ini berjuang tanpa pamrih
demi kebebasan tanah tumpah darahnya, demi membela rakyat yang menderita akibat
kekejaman kaum penjajah. Harta, jiwa dan raga dipertaruhkan demi tegaknya harga diri
dan kedaulatan sebagai bangsa Berbagai bentuk perjuangan ini secara dikotomis dapat
diaktualisasikan nilai-nilai kemerdekaan.
Dalam hal ini guru dituntut untuk mampu menjelaskan dan meyakinkan kepada peserta didik agar meresapi bahwa tindakan kaum penjajah di bumi Nusantara sangat bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai keadalilan sebagai hak-hak asasi manusia. Hak-hak
individu yang paling asasi dirampas. Tidak ada kebebasan berserikat, tidak ada
kebebasan mengeluarkan pendapat dan memeluk agama secara utuh. Padahal Tuhan
menciptakan setiap bangsa, setiap manusia anggota masyarakat dalam keadaan sama,
kecuali karena kadar keimanannnya. Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang
paling sempurna dengan kedudukan mulia yakni sebagai khalifah (pemimpin) di muka
bumi yang bertugas membangun dunia demi kemaslahatan semua orang. Jadi penjajahan
sangat jelas bertentangan dengan fitrah dan ciptaan Tuhan. Membahas topik-topik pada
periode penjajahan ini, peserta didik juga dapat diajak untuk menghayati dan
menumbukan sikap patriotisme, sikap dan tindakan anti penjajahan. Harus diyakinkan
kepada peserta didik bahwa tindak penajajahan itu adalah perilaku dholim karena
menyengsarakan rakyat banyak. Dalam konteks ini dapat diaktualisasikan konsep jihad,
“dan barang siapa berjihad di jalan Tuhan, surga adalah pahalanya.”
Jumat, 21 Desember 2012
SIAPAKAH KAU, IBUNDA?
Ibu
adalah seseorang yang SERBA TIDAK TAHU. Ibu adalah seorang yang tidak
tahu malu, TIDAK TAHU MALU saat bekerja keras demi anaknya.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU SAKIT, tetap senyum setelah merasa sakit saat melahirkan kita ke dunia.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU LELAH, tetap senyum setalah lelah saat seharian menggendong kita.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU CAPEK, tetap senyum meskipun setiap pagi siapin kebutuhan kita.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU BAHAYA, apapun di terjang demi anaknya.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU MALAM, lupa tidur saat menyusui kita.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU LAPAR, rela tidak makan asal kita makan.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU SAKIT HATI, tetap senyum meskipun kita menjengkelkan.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU WAKTU, masih muda atau sudah tua tetap menyayangi kita.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU HITUNGAN, tidak pernah menghitung berapa biaya untuk membesarkan kita.
Ibu adalah seorang yang TIDAK TAHU MENYERAH, tetap mencari akal supaya kita tumbuh dengan layak.
Ibu adalah seorang PENAKUT, dia takut anaknya tidak bahagia.
Ibu adalah seorang yang PEMARAH, marah kalau anaknya disakiti.
Itulah keajaiban kasih sayang Ibu kepada Kita, bersimpuhlah kepadanya dan nyatakan cintamu. Tak perlu menunggu momen hari ibu.
JANGAN IRI SOAL REJEKI ORANG LAIN
Tidak perlu merasa iri hati dengan rizki orang lain.
Kita dilapangkan rizki, itu adalah ujian.
Kita disempitkan rizki itu pula ujian.
Dilapangkan rizki agar kita diuji apakah termasuk orang yang bersyukur atau tidak.
Di sempitkan rizki agar kita diuji apakah termasuk orang yang bersabar
ataukah tidak bersabar. Maka tergantung kita menyikapi rizki yang ALLAH
berikan.
Tidak perlu bersedih jika kita tidak ditakdirkan mendapatkan mendapat rizki sebagaimana saudara kita.
ALLAH tentu saja mengetahui manakah yang terbaik bagi hamba-Nya.
Cobalah kita perhatikan bahwa rizki dan nikmat bukanlah pada harta
saja. Kesehatan badan, nikmat waktu senggang, bahkan yang terbesar dari
itu yaitu nikmat Hidayah Islam dan Iman, itupun termasuk nikmat yang
patut kita syukuri.
Semoga bisa jadi renungan berharga.
Ayat yang patut direnungkan adalah firman ALLAH TA'ALA, : " Adapun
manusia apabila tuhannya menguji mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata, "Tuhanku telah
memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya
Maka Dia berkata:" Tuhanku menghinaku".
(QS. Al-Fajr: 15-16).
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat diatas, :" Dalam ayat
tersebut, ALLAH Ta'ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami
maksud ALLAH meluaskan rizki.
ALLAH sebenarnya menjadikan itu sebagai ujian.
Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti ALLAH
memuliakannya. Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu adalah ujian
sebagai mana ALLAH Ta'ala berfirman, :" Apakah mereka mengira bahwa
harta dan anak-anak yang yang kami berikan kepada mereka itu (berarti
bahwa), kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka?
Tidak. Sebenarnya mereka tidak sadar."
(QS. Al-Mu'minun: 55-56)."
Sebaliknya jika ALLAH menyempitkan rizki, ia merasa bahwa ALLAH menghinanya.
Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali.
ALLAH memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai dan pada orang yang tidak Dia cintai.
Begitu pula ALLAH menyempitkan rizki, bisa pada orang yang Dia cintai ataupun tidak.
Sebenarnya yang menjadi patokan ketika seseorang dilapangkan dan
disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya kepada ALLAH dalam dua
keadaan tersebut.
Jika dia adalah seorang berkecukupan lantas ia bersyukur dengan nikmat ALLAH tersebut, maka inilah yang benar.
Dengki itu akan melahap kebaikan seseorang sebagai mana api melahap
kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan
melanggar hak-hak orang yang tidak ia sukai dengan menjelek-jelekan dan
berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dan lain
sebagainya.
Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada.
" Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan ALLAH
kepada sebagian dari kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.
(karena) bagi orang laki-laki bagian dari pada apa yang mereka usahakan,
dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan memohonlah kepada ALLAH sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. an-Nisa': 32)."
KISAH SEORANG NENEK PENCURI SINGKONG DAN HAKIM BERHATI MULIA
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Di ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak
tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong.
Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan
cucunya... kelaparan. Namun seorang ...laki yang merupakan manajer dari
PT yang memi liki perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dengan alasan agar menjadi contoh bagi warga lainnya.
Hakim menghela nafas. dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu.
”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi
anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak
mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan
jaksa PU”.
Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun
tiba-tiba hakim mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian
mengambil & memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata
kepada hadirin yang berada di ruang sidang.
‘Saya atas nama
pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang
sidang ini, sebesar Rp 50 ribu, karena menetap di kota ini, dan
membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan
cucunya."Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga
saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”
sebelum
palu diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5
juta dan sebagian telah dibayarkan kepanitera pengadilan untuk membayar
dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah penuh kebahagian dan haru
dengan membawa sisa uang termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh
manajer PT yang menuntutnya.
Semoga di indonesia banyak hakim-hakim yang berhati mulia seperti ini.
(Sumber: Fb Polres Sidoarjo)
Langganan:
Postingan (Atom)